“Jika revisi UUPA hanya untuk mengobrak abrik sesuatu yang sudah berjalan dalam struktur pemerintahan sesuai dengan keinginan segelintir orang, ini seperti membuat UUPA semakin rancu.
Kami mengecam rencana DPRA menghilangkan fungsi pemerintah adat seperti mukim, tuha peut, imum mukim, tuha lapan, dan sebagainya. Jangan otak atik lembaga adat hanya untuk nafsu merevisi UUPA,”bebernya.
Lucunya lagi, pada pasal 80 draft itu disebutkan bahwa parlok bisa mengajukan DPR RI bahkan mengusulkan PAW DPR RI. Lalu apakah masih disebut parlok kalau cakupannya hingga nasional.
“Sungguh jika pasal-pasal perubahan yang janggal-janggal ini diusul ke pusat malah bakal menjadi lulucon dan berpeluang mempermalukan Aceh secara nasional, apakah DPRA tak memikirkan hal itu?,” katanya.
Masih kata Yusuf, revisi UUPA ini seakan hanya untuk bicara simbol-simbol hingga membuat kekuasaan DPRA semakin absolut.
“Pada draft revisi UUPA juga terlihat kewenangan DPRA semakin berlebihan, misalkan pasal 8 ayat (1) dan (2) kemudian pasal 24 ayat (2).
Bahkan pasal pasal 25 ayat (1) huruf (f) disebutkan DPRA /DPRK dalam menggunakan APBK maupun APBA tak perlu lagi mengacu kepada perundang-undangan tetapi cukup diadministrasikan oleh Sekwan, sungguh sangat rawan terjadinya potensi korupsi nantinya jika itu terjadi,” jelasnya.
Menurutnya, sejauh ini UUPA sudah lumayan kuat untuk Aceh, tinggal lagi bagaimana turunannya direalisasikan maksimal.
Pendemo juga mempertanyakan siapa yang akan bertanggung jawab jika dalam revisi UUPA justru nanti pasal-pasal UUPA yang sudah ada jadi hilang.