JAKARTA – Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memvonis Gubernur nonaktif Aceh, Irwandi Yusuf, menjadi delapan tahun pidana penjara, dari sebelumnya putusan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat tujuh tahun penjara. Selain itu, majelis tinggi mencabut hak politik Irwandi selama lima tahun.
“Mengubah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 97/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Jkt.Pst tanggal 8 April 2019 yang dimintakan banding tersebut sekadar mengenai pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa,” kata majelis tinggi sebagaimana dikutip dari website Mahkamah Agung (MA), Rabu, 14 Agustus 2019.
Duduk sebagai hakim ketua Ester Siregar dengan anggota Anthon R. Saragih dan Jeldi Ramadhan. Ketiganya menyatakan Irwandi Yusuf telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima suap bersama-sama – secara berlanjut dan korupsi menerima gratifikasi beberapa kali sebagaimana didakwakan Penuntut Umum dalam Dakwaan Kesatu Pertama dan Dakwaan Kedua.
“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama delapan tahun dan denda sebesar Rp300 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan,” ujarnya.
PT Jakarta juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun sejak Terdakwa selesai menjalani pidana. Majelis juga menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) memutuskan Irwandi disebut terbukti menerima suap Rp1 miliar dari mantan Bupati Bener Meriah Ahmadi. Uang tersebut diberikan agar Irwandi Yusuf menyetujui program pembangunan dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018.