“follow the suspect to follow the asset”
Oleh : Dr. H. Taqwaddin, S.H., S.E., M.S.
Dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi se-Dunia pada 9 Desember 2021, saya ingin menulis catatan singkat sekedar hanya membuka ingatan kita. Catatan saya kali ini tentang paradigma baru upaya pemberantasan korupsi. Paradigma dalam catatan ini saya sama artikan dengan cara berpikir, cara pandang, atau perspektif. Tentu cara berpikir atau paradigma yang dimaksudkan disini adalah cara berpikir yang ilmiah, yang berbasis ontologis, epistemologis, dan axiologis.
Dulunya, paradigma pemberantasan tindak pidana pada umumnya, dan bahkan juga upaya pemberantasan kejahatan korupsi adalah dengan memberikan sanksi pidana saja. Sanksi ini berupa hukuman penjara. Dengan sanksi ini dimaksudkan untuk memberikan derita nestapa bagi pelaku kejahatan, termasuk kejahatan korupsi. Teoritisnya, hukuman pencabutan kemerdekaan ini merupakan pembalasan negara terhadap warganya yang telah melakukan perbuatan jahat sehingga mengganggu ketertiban umum.
Bagi pelaku kejahatan konvensional, paradigma pemberian hukuman penjara badan adalah suatu keniscayaan sebagai konsekuensi dari perbuatannya. Karenanya, dalam cara pandang yang konvensional selama ini dengan memberi pidana penjara saja diangap sudah memadai. Itu dianggap sudah setimpal dengan tindak pidana yang dilakukan si pelaku. Dan, masyarakat menganggap adanya hukuman penjara yang menestapakan raga si pelaku kejahatan telah memberikan rasa keadilan sosial.
Paradigma baru pemidanaan sebagai upaya optimal pemberantasan korupsi, tidak boleh lagi dipandang dengan cara-cara biasa seperti selama ini. Korupsi adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Korupsi senyatanya telah pula memiskinkan warga bangsa, sehingga karenanya ia telah menjadi seriously crime (kejahatan serius).