Tidak ada yang tahu, mungkin saja perkembangan teknologi ini menjadi titik awal jatuhnya intelegensi manusia, karena kerja-kerja berfikir telah digantikan oleh mesin yang bekerja berdasarkan data dan protokol.
Karena itu, pada konteks membangun Aceh, pemuda Aceh dituntut bukan hanya sekedar kerja keras, tapi juga kerja cerdas, lebih cerdas dibandingkan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
Karenanya, Pemuda Aceh dituntut harus menjadi aktor utama pembangunan. Kita harus berpacu cepat mewujudkan kemajuan dan kesejahteraan yang berbasis keadilan. Kita harus sadar bahwa daerah kita sudah tertinggal kemajuannya dibandingkan daerah lain di Indonesia. Dalam hal aspek pendidikan sebagai landasan untuk berfikir harus menjadi pertimbangan utama bagi pemuda dalam pembangunan Aceh.
Selain itu, aspek kecerdasan emosional, silaturahmi, jejaring sosial, serta kapital juga perlu menjadi pertimbangan penting bagi pemuda dalam berkontribusi untuk pembangunan Aceh.
Lebih dari itu, pemuda Aceh perlu menjadi garda terdepan untuk merubah worldview masyarakat Aceh yang seringkali menempatkan Aceh sebagai center of universe. Pemuda Aceh perlu melihat dunia luar, mengambil yang contoh yang baik, dan menghilangkan yg buruk.
Menurut Danil Taqwadin, yang juga Sekteraris Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammdiyah (PWPM) Aceh, mau tidak mau, pemuda hari ini akan menerima estafet sebagai aktor pembangunan Aceh di masa mendatang. Tapi ada rasa optimis dan juga pesimis terhadap pemuda sebagai generasi penerus.