Scroll untuk baca artikel
iklan
Parlementaria

Keuchik Bukan Sultan, Telaah Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa.

469
×

Keuchik Bukan Sultan, Telaah Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa.

Sebarkan artikel ini

Oleh. Muady Buloh

Sebagai negara hukum, pelaksanaan pemerintahan dilakukan berdasarkan prinsip supremasi hukum, dengan demikian setiap perbuatan yang dilakukan oleh pemerintah harus sejalan dengan hukum yang ada. Kondisi ini melahirkan sebuah antitesis bahwa perbuatan pemerintah yang di luar dari itu dapat termasuk bukan wewenang, melampaui wewenang, atau sewenang-wenang.

Soal kekuasaan, dalam istilah Lord Acton, dikenal ungkapan Power tends to corrupt; absolute power corrupts absolutely sehingga tanpa pembatasan kekuasaan maka arah yang dituju oleh pemerintahan hanya kepentingan pribadi dan golongan tertentu semata. Berbeda kondisi dengan pemerintahan yang menganut sistem monarki absolut, atau kerajaan / Kesultanan dengan kewenangan penguasanya yang tanpa batas, sebab Sultan adalah hukum itu sendiri.

Dalam pemerintahan Gampong, posisi Keuchik bukan sebagai Sultan di wilayah tersebut, yang dapat menjalankan pemerintahan atas sekehendaknya saja. Termasuk dalam pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa, melibatkan intuisi berupa like and dislike dengan mengesampingkan aturan adalah perbuatan yang tidak dapat dibenarkan. Kondisi ini tidak lain adalah bentuk penyakit nepotisme, pengisian jabatan di pemerintahan yang didasarkan pada hubungan bukan pada kemampuan. Akibat paling sederhana yang dapat ditimbulkan oleh praktik pengisian jabatan seperti ini dalam aspek pelayanan publik adalah adanya potensi maladministrasi dalam pemberian layanan akibat petugas yang tidak kompeten.

Perangkat Desa

Girl in a jacket