Banda Aceh | “Karena itu, menjadi tanggungjawab seluruh elemen rakyat Aceh dan pemerintah Indonesia, untuk merawatnya secara abadi. Termasuk partai politik nasional (Parnas) yang memiliki keterwakilan di Aceh. Dan untuk semua itu, Jakarta (Pemerintah Indonesia) harus jujur dalam merealisasikan MoU Helsinki”.
Demikian disampaikan Ketua Umum Dewan Pimpinan Aceh (DPA) Partai Aceh (PA), H. Muzakir Manaf atau akrab disapa Mualem, didampinggi Sekjen PA H. Kamaruddin Abu Bakar (Abu Razak), melalui Juru Bicara Partai Aceh, H. Muhammad Saleh, Rabu (14/8/2019) siang di Banda Aceh.
Menurut Mualem, pengalaman dan pembelajaran pembangunan perdamaian Aceh telah mengantar Aceh, memasuki era kemajuan yang berperadaban. Kendati masih terus berproses serta masih adanya poin-point Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki dan turunannya melalui Undang-Undang No: 11/2006, yang belum sepenuhnya terealisasi.
“Namun demikian tren pembangunan perdamaian Aceh menunjukan arah positif, baik dari segi sosial budaya, ekonomi maupun politik, meski masih menyisakan ruang persoalan yang cukup besar. Nah, dengan kerja keras dan kegigihan itu, dijangkakan dalam waktu 5-10 tahun ke depan kita dapat memasuki era kegemilangan Aceh,” kata Mualem, optimis, melalui siaran pers yang diterima redaksi media ini, Rabu siang.
Sebagai kilas balik sebut Mualem, ada beberapa hal yang dapat diambil hikmah untuk dijadikan pembelajaran (lesson learnt). Pertama, pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah Republik Indonesia, di depan masyarakat Internasional, telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman. Hasilnya, sikap dan perilaku yang ditunjukkan GAM untuk mundur selangkah dan sikap pemerintah Republik Indonesia yang mau maju selangkah, telah menghasilkan perdamaian yang hakiki.