Lebih lanjut, Kurniawan selaku Akademisi Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK) Provinsi Aceh yang saat ini sedang melanjutkan Studi pada Program Doktor Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) mengingatkan Pemerintah, khususnya Kementerian ATR/BPN agar dalam melakukan pengalihan hutan menjadi lahan produktif yang nantinya akan didistribusikan kepada para mantan kombatan GAM kiranya memperhatikan prosedur legalitas sebagaimana yang diatur dalam PP No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
Menurutnya, PP tersebut mencabut 6 (enam) PP terdahulu terkait kehutanan, salah satunya adalah PP No. 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan.
Lebih lanjut menurutnya, selain mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi keenam PP terkait kehutanan tersebut, PP No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan tersebut juga telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku beberapa pasal dari 2 (dua) PP terdahulu terkait kehutanan yaitu PP No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Pasal 2, 3, 6, 7, 8, 10, 14, 19, 24, 26, 28, 29,30, 34, 36, dan 41) dan PP No. 72 Tahun 2010 tentang Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara (Pasal 3 ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (6) ).
Kurniawan juga menegaskan bahwasanya, Pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN selain menjadikan PP No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan tersebut sebagai pedoman dalam proses legalitas pengalihan hutan, kiranya juga terikat dan wajib memperhatikan serta mempedomani berbagai peraturan pelaksana dari keenam PP terdahulu yang telah dicabut tersebut, termasuk juga berbagai peraturan pelaksana dari kedua PP terdahulu sebagaimana disebut yang sejumlah pasalnya telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh PP No. 23 Tahun 2021 tersebut.